Beauty Privilege Bikin Melejit di Dunia Content Creation? Nggak Juga, Kok!
- Diva

- Mar 13
- 3 min read

Coba jujur deh, pernah nggak sih kepikiran, “Duh, jadi content creator tuh kayaknya gampang kalau cakep. Muka glowing, badan ideal, follower pasti numpuk sendiri.” Well… nggak salah, tapi juga nggak sepenuhnya benar.
Kenyataannya, dunia digital sekarang udah kayak lautan konten yang nggak ada habisnya. Setiap hari, kamu dihajar ribuan video, foto, thread, dan story dari berbagai creator. Cantik atau ganteng? Iya, bisa jadi daya tarik. Tapi, itu cuma satu dari ribuan variabel lain yang bikin seseorang bisa sukses di dunia content creation. Bahkan, kalau cuma mengandalkan tampang doang tanpa faktor lain yang kuat, besar kemungkinan bakal tenggelam di tengah persaingan.
TikTok & Revolusi “Bebas Jadi Diri Sendiri”
Kalau kita ngomongin soal beauty privilege, ada satu platform yang cukup bikin perhitungan ini berubah: TikTok. Sosial media satu ini benar-benar mematahkan mitos kalau content creator harus punya visual sempurna biar bisa viral.
Kenapa? Karena yang dicari di TikTok (dan di banyak platform lain sekarang) bukan cuma soal estetika, tapi relatability. Konten yang jujur, natural, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari justru lebih gampang diterima. Makanya, creator kayak Bunda Corla, Mursid, atau Ganta yang sering muncul dengan konten autentik bisa tiba-tiba viral.
Ini bukan sekadar teori. Algoritma TikTok sendiri memang dirancang buat ngasih exposure ke konten yang engaging, bukan cuma yang “good-looking.” Jadi, kalau kamu punya cerita menarik, pembawaan yang asyik, atau ide yang unik, kemungkinan buat sukses tetap terbuka lebar—mau secakep apapun atau sesederhana apapun penampilan kamu.
Faktor yang Lebih Ngaruh dari Sekadar Tampang
Kalau cantik atau ganteng bukan faktor utama, terus apa dong? Nih, beberapa variabel yang lebih krusial buat bertahan dan berkembang di dunia content creation:
Keunikan & Authenticity: penonton sekarang udah capek sama konten yang terlalu template dan sempurna. Justru yang beda, jujur, dan punya “rasa” sendiri yang bakal diingat. Coba lihat Mursid, Ganta, atau creator-creator lain yang sukses karena keunikan mereka, bukan sekadar visualnya.
Konsistensi & Kegigihan: mau sekeren apapun kamu di satu video, kalau cuma upload sekali doang, ya bakal hilang ditelan algoritma. Sukses di dunia content creation butuh konsistensi, mereka bukan tiba-tiba gede, tapi ada proses panjang di baliknya.
Storytelling yang Kuat: sebagus apapun visual kamu, kalau nggak bisa bikin cerita yang engaging, orang bakal skip dalam 3 detik pertama. Ini era di mana storytelling adalah raja. Mau review produk, vlog, atau sekadar curhat, kalau cara penyampaiannya kuat, pasti bisa menarik perhatian.
Koneksi Emosional dengan Audiens: salah satu alasan kenapa Ueno Family—Umma Mega, Ritsuki, dan Natsuki bisa besar adalah karena mereka bisa bikin audiens merasa “dekat.” Mereka nggak sekadar bikin konten, tapi juga ngajak ngobrol, berbagi cerita, dan membangun komunitas.
Adaptasi dengan Tren & Algoritma: dunia digital itu dinamis banget. Algoritma bisa berubah, tren bisa datang dan pergi. Creator yang bisa terus adaptasi bakal lebih bertahan lama. Tren jedag-jedug velocity atau tren lainnya yang viral karena creator yang bisa masuk ke tren ini dengan cara unik mereka biasanya yang lebih gampang naik.
Jadi, Harus Gimana?
Kalau kamu pengen terjun ke dunia content creation tapi insecure karena “kayaknya gue biasa aja deh,” stop dulu. Fokus sama apa yang kamu punya dan bisa kamu bangun. Nggak perlu maksain jadi orang lain atau bikin konten yang nggak sesuai dengan diri sendiri.
Faktanya, justru karena dunia digital makin luas, makin banyak peluang buat berbagai tipe creator. Yang penting, temukan ciri khas, terus belajar, dan jangan gampang nyerah. Cantik atau ganteng bisa jadi bonus, tapi bukan segalanya.
Di dunia yang penuh konten ini, bukan siapa yang paling sempurna yang menang, tapi siapa yang paling bisa dikenang.

Comments