top of page
Search

Ngonten Tapi Tetap Punya Boundaries: Gimana Caranya Nggak Overshare?

  • Writer: Diva
    Diva
  • Jul 11
  • 3 min read
Ngonten Tapi Tetap Punya Boundaries: Gimana Caranya Nggak Overshare? | Diva
Image by Freepik

“Aku tuh dulu...”

Eits, stop dulu. Nggak semua kisah hidup harus dibagikan ke kamera. Di zaman di mana konten is king dan algoritma doyan banget sama yang personal dan relate, gampang banget buat terjebak di jebakan oversharing. Apalagi kalau setiap video yang “jujur banget” bisa panen view, like, dan komentar penuh simpati.

Tapi, pertanyaannya: seberapa banyak yang sebenarnya boleh dibagikan? Dan kapan sebaiknya tarik rem?

Privasi di Era Konten Personal

Jaman sekarang, banyak content creator yang jadi terkenal bukan karena kualitas produksi yang wow, tapi karena kejujurannya. Cerita tentang toxic ex, masalah keluarga, sampai kesehatan mental semua dibuka ke publik. Dan itu sah-sah aja, asal dilakukan dengan sadar dan terkontrol.

Tapi kadang, semangat untuk "jadi real" bikin kita lupa: internet tuh nggak punya tombol unsend. Apa yang kita bagikan bisa bertahan lama, bahkan ketika kita udah pengin move on dari cerita itu.

Selain itu, makin banyak hal personal yang dibuka ke publik, makin besar pula peluang orang buat merasa “punya hak” ikut campur. Komentar kayak, “Kok sekarang nggak bareng si A lagi?” atau “Kemarin katanya begini, kok sekarang beda?” jadi hal biasa. Dan sayangnya, itu bisa menggerus batas antara kehidupan pribadi dan publik.

Kenali Tanda-Tanda Overshare

Sebelum makin jauh, coba cek:

  • Pernah nggak ngerasa nyesel habis upload sesuatu?

  • Pernah kebingungan jawab komentar netizen yang nanya terlalu dalam?

  • Atau mulai merasa kayak hidup harus terus “diproduksi” buat konten?

Kalau iya, mungkin waktunya untuk sedikit mengerem. Bukan berarti harus nutup rapat semua hal personal, tapi lebih ke milih mana yang mau dibagi, kenapa, dan dengan cara seperti apa.

Bikin Boundaries Bukan Berarti Palsu

Ada anggapan kalau content creator yang terlalu menjaga privasi itu “nggak real”. Padahal justru sebaliknya. Bisa memilah apa yang layak dibagi dan apa yang cukup jadi konsumsi pribadi itu tandanya seseorang sadar diri dan punya kontrol. Kayak seleb yang selalu keliatan happy di kamera, tapi ternyata punya tim komunikasi pribadi buat nyusun narasi.

Misalnya, kamu boleh banget cerita tentang perjuangan healing setelah putus, tapi bukan berarti harus sebut nama mantan, nunjukin chat pribadi, atau ngerekam video nangis tengah malam sambil curhat panjang. Intinya, share the lesson, not the entire breakdown.

Atau kalau kamu punya anak dan suka konten keluarga, penting banget bikin aturan: bagian mana yang boleh diekspos, dan mana yang dijaga. Nggak semua fase anak perlu jadi konsumsi publik, apalagi kalau mereka belum cukup umur buat ngerti konsekuensinya.

Tips Jaga Privasi Tanpa Kehilangan Kedekatan

  1. Set batas sejak awal 

    Tentukan topik-topik yang kamu anggap off-limits. Misal, hubungan keluarga inti, masalah keuangan, atau lokasi tempat tinggal.

  2. Jangan ambil keputusan saat emosi 

    Lagi sedih, kecewa, atau marah? Tahan dulu. Banyak kasus overshare terjadi karena emosi yang belum sempat dicerna.

  3. Gunakan storytelling, bukan curhat mentah 

    Alih-alih curhat, coba bentuk pengalaman jadi insight atau pelajaran. Ini bikin kontenmu tetap berharga, tanpa harus buka semua luka.

  4. Pisahkan persona dan diri asli 

    Boleh banget punya “karakter online” yang mewakili versi terbaik dari dirimu, asal kamu sadar itu adalah bagian dari brand. Jangan sampai kamu kehilangan arah karena merasa harus jadi sosok itu 24/7.

  5. Jangan takut bilang ‘nggak’ 

    Nggak semua pertanyaan audiens harus dijawab. Nggak semua komentar harus ditanggapi. Kalau ada yang kelewat batas, hapus atau blok aja. Itu ruangmu, atur senyamannya.

Menjadi autentik bukan berarti harus buka semua sisi kehidupan. Justru, semakin tahu batas, semakin kuat kontrolmu atas narasi yang kamu bangun. Biar nggak kayak reality show yang blur antara akting dan kenyataan, mending jadi kreator yang tahu kapan harus nyalain kamera… dan kapan harus matiin.

Karena di balik layar yang tenang, seringkali ada ketenangan yang jauh lebih mahal dari sekadar likes dan views.

 
 
 

Comments


Discover Diva to boost your business

More from Diva

Never miss an update

Thanks for submitting!

bottom of page