Personality Split di Sosmed: Haruskah Kamu Konsisten atau Multiverse?
- Diva

- May 29
- 3 min read

“Jadi diri sendiri di konten itu ideal. Tapi apa kabar algoritma yang suka tipe tertentu?”
Pernah nggak sih, lagi scroll TikTok atau Instagram terus mikir, “Lho, ini orang aslinya kayaknya nggak kayak gini deh?” Atau malah kamu sendiri yang lagi galau, “Kalau gue upload konten yang jujur dari hati, takutnya nggak perform. Tapi kalau ikut tren, kok kayak bukan diri gue?” Nah, selamat datang di dilema sejuta content creator zaman sekarang: konsisten jadi satu persona atau embracing multiverse?
Ini bukan soal Marvel, tapi soal bagaimana kamu memposisikan diri di dunia konten yang makin crowded dan kadang kejam. Di satu sisi, orang bilang “authenticity is key”, tapi algoritma malah bilang “yang nempel di FYP ya yang sesuai selera mayoritas”.
Algoritma: Sahabat atau Musuh?
Let’s be real. Algoritma itu seperti pacar posesif: maunya kamu tampil dengan cara yang dia suka. Kalau kamu tiba-tiba upload sesuatu yang off-brand, bisa-bisa reach-nya jeblok. Misalnya, selama ini kamu dikenal dengan konten review skincare, terus suatu hari kamu upload video kamu nyanyi sambil main gitar. Peminatnya? Krik krik.
Ini bikin banyak creator akhirnya memisahkan kepribadian: satu buat konten, satu buat kehidupan nyata. Bikin akun terpisah, punya alter ego online, atau bahkan bersikap seolah-olah mereka versi ideal dari diri mereka sendiri. Dan kadang… capek, bos.
Konsisten: Bangun Brand, Tapi Terasa Terjebak
Konsistensi itu bagus. Branding yang kuat biasanya datang dari repetisi dan fokus. Liat aja akun-akun besar, mereka punya signature. Entah itu gaya ngomong, topik konten, atau bahkan tone warna di feed mereka. Tapi di balik itu semua, banyak juga yang ngaku mulai merasa terjebak. Seolah-olah mereka nggak boleh bereksperimen atau memperlihatkan sisi lain dari diri mereka karena takut mengganggu algoritma atau audiens yang udah “terbiasa” dengan persona tertentu.
Bayangin jadi content creator yang sebenernya pecinta kucing, tapi followers-nya taunya dia “cewek aesthetic kopi senja”—akhirnya, tiap kali upload kucing malah ditanya, “Lho, kok bukan latte art lagi?”
Multiverse: Bebas Tapi Risiko Bingungin Audiens
Di sisi lain, ada juga yang memutuskan untuk embrace the chaos. Persona bisa banyak, kontennya pun campur aduk. Hari ini ngomongin self growth, besok nyanyi di mobil, lusa mukbang. Hasilnya? Ada yang justru makin dikenal karena dianggap seru dan nggak monoton. Tapi nggak semua seberuntung itu. Ada juga yang followers-nya jadi bingung: ini akun niche-nya apa sih?
Ini yang bikin banyak calon creator insecure dari awal: harus mulai dari yang disukai, atau dari yang laku? Harus jadi satu karakter aja, atau sekalian jadi multiverse of me?
So, Mana yang Lebih Baik?
Kunci utamanya: kenali kapasitas dan tujuan. Kalau kamu memang mau bangun personal brand yang kuat dan terasosiasi dengan satu hal, konsistensi bisa jadi jalan ninja. Tapi kalau kamu lebih nyaman eksplor dan audiens kamu bisa diajak “kenalan” sama berbagai sisi dirimu, konsep multiverse bukan dosa.
Yang penting, jangan lupa satu hal: audiens bisa merasakan apakah kamu beneran jujur atau cuma ngikutin tren biar rame. Di era sekarang, orang lebih peka dari yang kamu kira. Justru keberanian untuk jadi otentik—baik itu dengan satu persona atau seribu versi—yang akhirnya membedakanmu dari ratusan ribu creator lainnya.
Di akhir hari, kamu yang ngejalanin. Bukan algoritma, bukan follower, bukan trend. Jadi mau konsisten kayak tokoh sinetron atau jadi multiverse kayak karakter game RPG, yang penting kamu nyaman dan bisa sustain dalam jangka panjang.
Lagi pula, siapa bilang algoritma nggak bisa diajak kompromi? Kadang, konten yang paling jujur dan random justru yang paling viral. Karena ternyata, being real itu konten yang paling langka dan paling ngena sekarang.
Jadi... kamu tim konsisten atau tim multiverse?

Comments