top of page
Search

Viral Bukan Berarti Vital: Kenapa Nggak Semua Tren Cocok Buat Konten Kamu

  • Writer: Diva
    Diva
  • May 12
  • 3 min read

Image by Freepik
Image by Freepik

“Wah, ini viral banget! Bikin juga ah, siapa tahu ikutan meledak!”

Keliatannya familiar nggak? Buat para content creator — atau yang baru mau nyemplung — pasti pernah punya pikiran kayak gitu. Ngelihat tren yang lalu-lalang di FYP atau explore, terus buru-buru pengen adaptasi. Tapi habis di-post, hasilnya… sepi. View count nyangkut, engagement ogah naik. Terus mikir, “Lah, kok nggak works ya?”

Tenang, kamu nggak sendiri. Faktanya, nggak semua yang viral cocok dijadiin konten kamu. Dan bukan berarti kamu yang salah atau ‘nggak lucu’. Ada beberapa alasan kenapa ikut-ikutan tren bukan jaminan kontenmu jadi ikutan viral. Yuk, kita bahas bareng-bareng.

1. Viral punya konteks, dan konteks itu penting

Tren tuh ibarat jokes dalam tongkrongan — lucunya bisa banget tergantung siapa yang ngomong dan dalam situasi apa. Misalnya, tren joget TikTok dengan lagu tertentu bisa viral karena ada satu creator yang gayanya unik, atau karena nyambung sama isu yang lagi panas. Tapi pas kamu bikin ulang tanpa konteks itu, hasilnya bisa... yah, kayak cover band yang main di kawinan tapi lagunya lagi nggak musim.

Contoh: Tren “soal mama kamu waktu muda” jadi lucu karena relate sama generasi tertentu yang lagi nostalgia. Tapi kalau audiens kamu Gen Z yang bahkan belum ngerti lagu-lagu era 2000-an? Cringe, bukan konten.

2. Algoritma itu bukan sahabat sejati, tapi lebih kayak mantan PHP

Algoritma suka berubah-ubah. Hari ini suka konten dengan caption panjang dan storytelling, besok bisa lebih doyan video singkat tanpa suara. Bahkan konten yang formatnya mirip bisa dapet performa beda banget cuma karena timing, sound yang dipakai, atau audience fatigue (alias: orang udah bosen).

Kamu bisa copy format, caption, bahkan gaya editingnya — tapi tetap aja, hasilnya belum tentu sama. Kayak masak mie instan pakai resep chef profesional, tapi airnya lupa direbus. Ada step yang keliatan kecil, tapi krusial banget.

3. Personal branding kamu penting banget

Kalau kamu biasanya dikenal karena konten edukatif soal skincare, terus tiba-tiba ikutan tren prank ngagetin orang di supermarket... ya penontonmu bingung lah. Konsistensi bukan berarti stagnan, tapi kalau kamu kebanyakan ‘nyamar’ jadi tren, kamu bisa kehilangan identitas kontenmu sendiri.

Ingat, orang nge-follow kamu karena “kamu”. Gaya kamu, topik kamu, cara kamu bercerita. Kalau semua konten kamu jadi template yang terlalu generik, ya susah menonjol. Kayak jadi peserta ke-184 di audisi ajang pencarian bakat — semua bisa nyanyi, tapi siapa yang punya “warna”?

4. Beda audiens, beda selera humor dan minatnya

Yang viral di Twitter belum tentu works di Instagram, apalagi TikTok. Tiap platform punya ‘bahasa’ dan sense of humor-nya sendiri. Belum lagi karakter follower kamu — apakah mereka lebih suka konten informatif, kocak, atau emosional? Ngikutin tren tanpa mikirin siapa penontonmu itu kayak nyanyi lagu pop di konser metal. Salah panggung, bos.

Makanya penting buat kamu kenal siapa yang nonton kamu. Bukan cuma dari umur atau demografi, tapi juga dari kebiasaan konsumsi kontennya. Kalau mayoritas audiens kamu suka carousel edukatif, ya jangan tiba-tiba posting video mukbang 3 menit tanpa konteks.

5. Tren itu cepat banget expired, tapi kualitas konten bisa timeless

Satu tren bisa naik, meledak, lalu dilupakan dalam waktu kurang dari seminggu. Kalau kamu ngikutin tren pas udah di ujung masa jayanya, kamu justru keliatan telat dan kurang orisinal. Apalagi kalau hasilnya “copy-paste tapi nanggung”.

Sementara konten yang orisinal, nyambung sama brand kamu, dan punya value buat audiens — itu lebih tahan lama. Bisa direcycle, bisa terus dibagikan, dan yang paling penting: bikin orang inget kamu.

Jadi, harus ngikut tren atau enggak nih?

Boleh banget! Tapi jangan asal tempel. Anggap tren itu bumbu, bukan menu utama. Gunakan tren sebagai jembatan buat masukin value kamu sendiri, bukan malah ngorbanin gaya kamu demi angka semu.

Konten yang otentik, relevan, dan konsisten — itu yang bikin audiens stay, bukan sekadar viral sesaat. Toh, jadi creator bukan sprint, tapi marathon. Yang penting bukan siapa yang viral duluan, tapi siapa yang tetap relevan lama-lama.

Kalau kontenmu belum viral hari ini, bukan berarti kamu gagal. Mungkin kamu cuma lagi bikin pondasi buat sesuatu yang lebih besar. Jadi, lanjut terus, perbaiki terus, dan inget: your originality is your biggest asset, not your ability to follow the crowd.


 
 
 

Comments


Discover Diva to boost your business

More from Diva

Never miss an update

Thanks for submitting!

bottom of page